Selasa, 25 Oktober 2011

mengglobalkan koprasi


Mengglobalkan Koperasi
           Bung Hatta menyebutkan koperasi sebagai bentuk badan usaha yang cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Mengapa demikian?
Mengapa Bung Hatta tidak menyebut bentuk perseroan terbatas (PT) sebagai badan usaha yang cocok untuk bangsa Indonesia?
Berbeda dengan PT yang berdiri atas dasar perkumpulan modal, koperasi didirikan atas perkumpulan anggota. Jadi, pada bentuk PT, besar-kecilnya modal yang disetor kedalam perusahaan akan berpengaruh terhadap peran seseorang dalam perusahaan itu. Sebaliknya dalam koperasi, jasa dan peran riil anggotalah yang lebih memegang peran penting.
            Perbedaan prinsip ini terlihat jelas pada rapat umum untuk menetukan kebijakan perusahaan. Pada PT, kita mengenal Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang merupakan rapat tahunan untuk menetapkan berbagai hal yang mendasar untuk kehidupan perusahaan. Dalam RUPS, besar-kecilnya suara pemegang saham dalam penentuan kebijakan ditentukan oleh besar-kecilnya modal yang disetorkan.
Bagaimana dengan koperasi?
Pada koperasi kita mengenal rapat anggota. Dalam rapat anggota, setiap individu memiliki satu suara, tanpa memandang besar-kecilnya modal yang disetorkan.
Ada dua hal yang mempengaruhi kemampuan sebuah koperasi untuk bisa bertahan atau unggul dalam persaingan (terutama jangka panjang) di pasar, yakni: kemampuan menetapkan harga dan struktur pasar. Dua koperasi (atau perusahaan) akan mendapatkan kesempatan yang berbeda untuk survive karena masing-masing berbeda dalam kemampuan menetapkan harga dan struktur pasar yang dihadapi. Namun demikian, ada satu hal yang jelas yakni bahwa dalam bentuk pasar apapun juga, terkecuali monopoli (misalnya persaingan sempurna atau persaingan monopolistik), kemampuan koperasi maupun perusahaan non-koperasi untuk bisa unggul dalam persaingan dalam periode jangka panjang ditentukan oleh kualitas dan efisiensi. Koperasi di Indonesia akan menghadapi tantangan bahkan ancama serius dari globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dunia.
Pola pembangunan koperasi pada saat sekarang tentunya berbeda dengan pola pembangunan koperasi sebelum terjadi globalisasi ekonomi. Pada masa lalu (PJP I) koperasi koperasi mempunyai 3 (tiga) peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional, yaitu :
1. Koperasi diharapkan mampu mengakomodasi dan menggerakkan potensi masyarakat golongan ekonomi lemah.
2. Koperasi adalah lembaga ekonomi yang keberadaannya sangat diperlukan oleh sebagian besar bangsa Indonesia.
3. Koperasi adalah lembaga ekonomi yang diharapkan dapat berperan utama sebagai agen pemerataan pembangunan ekonomi nasional.

Keberhasilan koperasi diukur dengan satuan-satuan kuantitatif misalnya:
Jumlah koperasi, jumlah modal, SHU, KUD, dll. Koperasi sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan bisnis mengglobal mampu bersaing dalam dunia bisnis secara optimal dan tetap bertahan dimasa depan sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.

Cara memajukan dan mengglobalkan koperasi:

1. Menerapkan sistem GCG

Koperasi perlu mencontoh implementasi good corporate governance(GCG) yang telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Implementasi GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep good cooperative governance (disingkat juga dengan GCG) atau tatakelola koperasi yang baik.
2. Memperbaiki koperasi secara menyeluruh
Kementerian Koperasi dan UKM perlu menyiapkan blue print pengelolaan koperasi secara efektif. Blue print koperasi ini nantinya diharapkan akan menjadi panduan bagi seluruh koperasi Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya secara profesional, efektif dan efisien. Selain itu diperlukan upaya serius untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan GCG koperasi dalam format gerakan nasional berkoperasi secara berkesinambungan kepada warga masyarakat, baik melalui media pendidikan, media massa, maupun media yang lainnya yang diharapkan akan semakin memajukan perkoperasian Indonesia.
3. Membenahi kondisi internal koperasi
Praktik-praktik operasional yang tidak tidak efisien, mengandung kelemahan perlu dibenahi. Dominasi pengurus yang berlebihan dan tidak sesuai dengan proporsinya perlu dibatasi dengan adanya peraturan yang menutup celah penyimpangan koperasi. Penyimpangan-penyimpangan yang rawan dilakukan adalah pemanfaatan kepentingan koperasi untuk kepentingan pribadi, penyimpangan pengelolaan dana, maupun praktik-praktik KKN.
4. Memberikan Pelatihan Karyawan
Dengan adanya pelatihan kemampuan terhadap karyawan koperasi tiap 3 bulan sekali, diharapkan sistem keuangan dan birokrasi internal di dalam koperasi dapat teratasi.
Sumber:
Neti Budiwati (Harmoni Ekonomi)

mmengembangkan koprasi


Mengembangkan koperasi

           Koperasi diharapkan menjadi soko guru perekonomian Indonesia. Pola pengorganisasian dan pengelolaannya yang melibatkan partisipasi setiap anggota dan pembagian hasil usaha yang cukup adil menjadikan koperasi sebagai harapan perngembangan perekonomian Indonesia. Dukungan dari pemerintah dan berbagai lembaga lainnya membuat koperasi dapat tumbuh subur di tanah air. Akan tetapi perkembangan koperasi tidak senantiasa semulus apa yang diharapkan dan dibayangkan. Banyak permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam setiap perkembangannya, harapan menjadikan koperasi menjadi soko guru perekonomian Indonesia belum dapat diwujudkan. Meski banyak contoh Koperasi yang telah berhasil membuat sejahtera anggotanya tetapi masih banyak hal yang perlu dibenahi
            Koperasi menurut Undang-Undang perkoperasian No. 25 tahun 1992, adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatan-kegiatan berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Menurut pengertian Nominalis Koperasi didekatkan dengan upaya kelompok-kelompok individu yang bermaksud mewujudkan tujuan-tujuan umum yang konkritnya melalui kegiatan ekonomi dilaksanakan secara bersama-sama bagi pemanfaatan bersama, sehingga koperasi merupakan organisasi ekonomi yang otonom yang dimiliki oleh para anggota dan ditugaskan untuk menunjang para anggotanya sebagai rekanan/pelanggan dari perusahaan koperasi.
Dari sudut pandang kelengkapan unsur-unsur struktural, untuk disebut koperasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
§  Adanya kebutuhan bersama dari sekumpulan orang atau individu yang sekaligus merupakan dasar kebersamaan atau pengikat dari perkumpulan tersebut
§  Usaha bersama dari individu-individu untuk mencapai tujuan tersebut.
§  Perusahaan koperasi sebagai wahana untuk pemenuhan kebutuhan. Perusahaan koperasi tersebut didirikan secara permanen dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip koperasi.
§  Promosi khusus untuk anggota. Kebutuhan bersama ini merupakan unsur-unsur struktural utama yang harus sudah dapat dirumuskan secara tepat, dan terukur baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Tanpa perumusan yang jelas mengenai kebutuhan bersama tidak ada landasan untuk pendirian koperasi.
            Disamping pengertian kebutuhan bersama, unsur kumpulan individu-individu atau orang-orang sangat penting dalam koperasi, orang-orang ini akan menjadi pelaku-pelaku yang sangat menentukan perkembangan koperasi. Individu yang akan menjadi anggota koperasi mempunyai fungsi sebagai pemilik sekaligus pelanggan dan  harus melaksanakan kedua fungsi tersebut. Apabila tidak dapat melaksanakan fungsinya, koperasi tidak dapat berkembang. Fungsi anggota sebagai pemilik ialah mampu dalam penyertaan permodalan koperasi. Sebagai pelanggan mampu menggunakan jasa-jasa dari perusahaan koperasi. Fungsi ganda dari anggota disebut identity principle  merupakan ciri khas koperasi dan menbedakan dari badan usaha lainnya.
            Jika koperasi dikaitkan dengan upaya kelompok-kelompok individu yang bermaksud mewujudkan tujuan-tujuan umum atau sasaran-sasaran. Konkritnya melalui kegiatan-kegiatan ekonomis yang dilaksanakan secara bersama bagi pemanfaatan bersama. Koperasi dan perusahaan kapitalis pada dasarnya memiliki persamaan-persamaan antara lain:
1.      Koperasi maupun perusahaan kapitalis merupakan kegiatan usaha otonom, harus berhasil mempertahankan dirinya dalam persaingan pasar.
2.      Harus berhasil menciptakan efisiensi ekonomi.
3.      Harus dapat meningkatkan kemampuan dalam keuangannya.
            Organisasi koperasi sebagai suatu sistem merupakan salah satu sub sistem dalam perekonomian masyarakat. Organisasi koperasi hanyalah merupakan suatu unsur dari unsur-unsur yang lainnya yang ada dalam masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya dan saling berhubungan, saling tergantung dan saling mempengaruhi sehingga merupakan satu kesatuan yang komplek. Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, organisasi koperasi sebagai sistem terbuka tidak dapat terlepas dari pengaruh dan ketergantungan lingkungan, baik lingkungan luar seperti ekonomi pasar, sosial budaya, pemerintah, teknologi dan sebagainya maupun lingkungan dalam seperti kelompok koperasi, perusahaan koperasi, kepentingan anggota dan sebagainya.


            Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh peranan dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan koperasi dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan usaha (bisnis). Bahkan peran kegiatan usaha koperasi tersebut kemudian menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran koperasi sebagai lembaga sosial.
Isyu strategis pengembangan usaha koperasi dapat di pertajam untuk beberapa hal berikut :
1.      Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip koperasi. Beberapa koperasi pada beberapa bidang usaha sebenarnya telah menunjukkan kinerja usaha yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi pelaku utama dalam bisnis yang bersangkutan. Misalnya, GKBI yang telah menjadi terbesar untuk usaha batik, Kopti yang telah menjadi terbesar untuk usaha tahu dan tempe, serta banyak KUD yang telah menjadi terbesar kecamatan wilayah kerjanya masing-masing. Pada koperasi-koperasi tersebut tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip perkoperasian Indonesia. Pada prakteknya, banyak koperasi yang setelah berkembang justru kehilangan jiwa koperasinya. Dominasi pengurus dalam melaksanakan kegiatan usaha dan koperasi yang membentuk PT (Perseroaan Terbatas) merupakan indikasi kekurang-mampuan koperasi mengembangkan usaha dengan tetap mempertahankan prinsip koperasi. Jika tidak diantisipasi kondisi ini pada gilirannya akan mengaburkan tujuan pengembangan koperasi itu sendiri.
2.      Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.
            Hal yang menonjol adalah dalam interaksi koperasi dengan bank. Sifat badan usaha koperasi dengan kepemilikan kolektif ternyata banyak tidak berkesesuaian (compatible) dengan berbagai ketentuan bank. Sehingga akhirnya ‘terpaksa’ dibuat kompromi dengan menjadikan individu (anggota atau pengurus) sebagai penerima layanan bank (contoh : kredit KKPA). Hal yang sama juga terjadi jika koperasi akan melakukan kontrak usaha dengan lembaga usaha lain. Kondisi ini berhubungan erat dengan aspek hukum koperasi yang tidak berkembang sepesat badan usaha perorangan. Disamping itu karakteristik koperasi tampaknya kurang terakomodasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut badan usaha selain undang-undang tentang koperasi sendiri. Hal ini terlihat misalnya dalam peraturan perundangan tentang perbankan, perpajakan, dan sebagainya.
3.      Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang.
            Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingunan pada saat ada permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura: bagaimana mekanisme pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan sebagainya. Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau kepada siapa harus bertanya. Hal yang sama juga dihadapi oleh sebuah koperasi di Jogjakarta yang kebingungan mencari informasi mengenai teknologi pengemasan bagi produk makanan olahannya. Permasalahan teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh koperasi, dan sangat dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan untuk mengantisipasi berbagai permasalahan tersebut.
4.       Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi.
            Beberapa pengusaha kecil jamu di daerah Surakarta dan sekitarnya tengah menghadapi kesulitan bahan baku (ginseng) yang pasokannya dimonopoli oleh pengusaha besar. Para pengusaha tersebut juga masih harus bersaing dengan pabrik jamu besar untuk dapat memperoleh bahan baku tersebut. Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak dengan pola koperasi yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Hal yang sama juga dihadapi oleh pengusaha kecil besi-cor di Bandung untuk mendapatan bahan baku ‘inti-besi’-nya, atau untuk menghadapi pembeli (industri besar) yang sering mempermainkan persyaratan presisi produk yang dihasilkan. Contoh-contoh diatas memberi gambaran bahwa keinginan dan kebutuhan untuk membentuk koperasi cukup besar, asalkan memang mampu mengakomodasi keinginan dan kebutuhan para pengusaha tersebut. Kasus serupa cukup banyak terjadi pada berbagai bidang usaha lain di berbagai tempat.


5.      Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.
            Konsentrasi pengembangan usaha koperasi selama ini banyak ditujukan bagi koperasi sebagai satu perusahaan (badan usaha). Tantangan untuk membangun perekonomian yang kooperatif sesuai amanat konstitusi kiranya dapat dilakukan dengan mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi. Hal ini juga sebenarnya telah menjadi kebutuhan diantara banyak koperasi, karena banyak peluang usaha yang tidak dapat dipenuhi oleh koperasi secara individual. Jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan organisasi, potensial untuk dikembangkan antar koperasi primer serta antara primer dan sekunder. Perlu pula menjadi catatan bahwa di berbagai negara lain, koperasi telah kembali berkembang dan salah satu kunci keberhasilannya adalah spesialisasi kegiatan usaha koperasi dan kerjasama antar koperasi. Mengenai hubungan koperasi primer dan sekunder di Indonesia, saat ini banyak yang bersifat artifisial karena antara primer dan sekunder sering mengembangkan bisnis yang tidak berkaitan bahkan tidak jarang justru saling bersaing.
6.      Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya.
            Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan manajemen; umumnya masih lemah. Telah cukup banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun masih sering bersifat parsial, tidak kontinyu, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan dalam suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk mengembangkan kemampuan dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih tepat dan dibutuhkan.
7.      Peningkatan Citra Koperasi
            Pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi belum, atau sudah tidak, seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi. Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan ketidak-jelasan, tidak profesional, Ketua Untung Dulu, justru mempersulit kegiatan usaha anggota (karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan pemerintah, dan sebagainya. Di media massa, berika negatif tentang koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita positifnya (PSP-IPB, 1995); berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang bersumber langsung dari koperasi, padahal prestasi koperasi diberbagai daerah cukup banyak dan berarti. Citra koperasi tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun perkembangan koperasi itu sendiri. Bahkan citra koperasi yang kurang ‘pas’ tersebut juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di koperasi, sehingga menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan pemerintah justru dipandang sebagai hal yang wajar bahkan sebagai sesuatu yang ‘sudah seharusnya’ demikan. Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian.
8.      Penyaluran Aspirasi Koperasi
            Para pengusaha umumnya memiliki asosiasi pengusaha untuk dapat menyalurkan dan menyampaikan aspirasi usahanya, bahkan juga sekaligus sebagai wahana bagi pendekatan (lobby) politik dan meningkatkan keunggulan posisinya dalam berbagai kebijakan pemerintah. Asosiasi tersebut juga dapat dipergunakan untuk melakukan negosiasi usaha, wahana pengembangan kemampuan, bahkan dalam rangka mengembangkan hubungan internasional. Dalam hal ini asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi wahana bagi penyaluran aspirasi koperasi relatif terbatas. Hubungan keorganisasian vertikal (primer-sekunder : unit-pusat-gabungan-induk koperasi) tampaknya belum dapat menampung berbagai keluhan atau keinginan anggota koperasi atau koperasi itu sendiri. Kelembagaan yang diadakan pemerintah untuk melayani koperasi juga acap kali tidak tepat sebagai tempat untuk menyalurkan aspirasi, karena sebagian aspirasi tersebut justru berhubungan dengan kepentingan pemerintah itu sendiri. Demikian pula dengan kelembagaan gerakan koperasi yang sekian lama kurang terdengar kiprahnya. Padahal dilihat dari jumlah dan kekuatan (ekonomi) yang dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya perlu diperhatikan berbagai kepentingannya. Dengan cara yang dapat dilakukan diatas Koperasi Indonesia diharapkan dapat menunjang mutu ekonomi dan sebagai sarana pembangunan ekonomi Indonesia.
Pengembangan koperasi yang dilakukan oleh pemerintah yaitu : pembangunan dan pengembangan usaha, pengembangan SDM, peran pemerintah, kerjasama internasional.
Koperasi mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional yaitu :
1.      Koperasi mampu menggerakan potensi masyarakat golongan ekonomi lemah.
2.      Koperasi lembaga ekonomi yang sangat diperlukan oleh bangsa indonesia.
3.      Koperasi berperan utama sebagai agen pemerataan pembangunan ekonomi nasional.
Keberhasilan koperasi diukur dengan satuan-satuan kuantitatif misalnya : jumlah koperasi, jumlah modal, SHU, KUD, dll. Koperasi sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan bisnis mengglobal mampu bersaing Sumber:
               http://tataaramadhani.blogspot.com/
               http://www.majalah-koperasi.com/
               http://eprints.undip.ac.id
               http://thimutz.blogspot.com/




Rabu, 12 Oktober 2011

kredit simpan pinjam / union


Credit Union atau Koperasi Kredit (simpan pinjam) biasa disingkat CU adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya, dan bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya sendiri.
Tetapi Credit Union di seluruh dunia melayani anggotanya lebih dari sekedar sebuah layanan keuangan dan koperasi. Credit Union memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk memiliki institusi keuangan sendiri dan membantu para anggotanya menciptakan peluang untuk memulai usaha kecil-kecilan, membangun rumah bagi keluarganya, dan menyekolahkan anak-anak mereka. Di sejumlah negara, anggota  mendapat info bisnis koperasi, menikmati simpan pinjam koperasi dan menjalankan demokrasi dalam Credit Union.
Credit Union memiliki tiga (3) prinsip utama yaitu:
1) Swadaya (tabungan hanya diperoleh dari anggotanya);
2) Setia kawan (pinjaman hanya diberikan kepada anggota);
3) Pendidikan dan Penyadaran (membangun watak adalah yang utama; hanya yang berwatak baik yang dapat diberi pinjaman).
Yah, karena Credit Union memang bersifat demokratis. Selain ada kerja sama keuangan di antara anggota, kedudukan semua anggota sama (equal). Masing-masing anggota memiliki hak yang sama, memiliki hak suara untuk memilih dan dipilih menjadi pengurus. Sebagai perantara keuangan, credit union membiayai peminjaman portofolio mereka dengan memutar dan membagi simpanan anggota, menciptakan berbagai peluang bagi keturunan para anggota.
Credit Union ada untuk melayani anggota dan komunitasnya. Credit Union bukan institusi kerja sama yang berorientasi pada profit. Tetapi credit union memanfaatkan seluruh akses untuk memberi pinjaman kepada para anggota, menabung dengan biaya rendah atau menikmati produk-produk dan layanan-layanan baru lainnya. Credit Union terbuka untuk semua golongan, termasuk mereka yang miskin. Credit Union itu aman. Dia tempat yang  nyaman untuk mengakses layanan keuangan dan koperasi simpan pinjam. Credit Union memberi fleksibilitas yang lebih besar kepada anggotanya untuk memenuhi kebutuhan individu para anggotanya.
Soal nama, di sejumlah negara, credit union dikenal dengan nama atau sebutan yang berbeda, hanya untuk mewujudkan ekspresi yang lebih bagus bagi prinsip dasar pelayanan credit union. Di Afghanistan misalnya, credit union disebut Islamic Investment and finance cooperatives (IIFCs). Tujuannya untuk lebih disesuaikan dengan praktek-praktek peminjaman (koperasi simpan pinjam) dalam ajaran Islam. Sedangkan di Afrika dikenal dengan sebutan savings and credit cooperative (SACCOs) yang lebih menekankan tabungan terlebih dahulu sebelum kredit koperasi.
Sejarah Credit Union
Sejarah koperasi kredit dan simpan pinjam dimulai pada abad ke-19. Ketika Jerman dilanda krisis ekonomi karena badai salju yang melanda seluruh negeri. Para petani tak dapat bekerja karena banyak tanaman tak menghasilkan. Penduduk pun kelaparan.
Situasi ini dimanfaatkan oleh orang-orang berduit. Mereka memberikan pinjaman kepada penduduk dengan bunga yang sangat tinggi. Sehingga banyak orang terjerat hutang. Oleh karena tidak mampu membayar hutang, maka sisa harta benda mereka pun disita oleh lintah darat.
Kemudian tidak lama berselang, terjadi Revolusi Industri. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia diambil alih oleh mesin-mesin. Banyak pekerja terkena PHK. Jerman dilanda masalah pengangguran secara besar-besaran.
Melihat kondisi ini wali kota Flammersfield, Friedrich Wilhelm Raiffeisen merasa prihatin dan ingin menolong kaum miskin. Ia mengundang orang-orang kaya untuk menggalang bantuan. Ia berhasil mengumpulkan uang dan roti, kemudian dibagikan kepada kaum miskin.
Ternyata derma tak memecahkan masalah kemiskinan. Sebab kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru. Penggunaan uang tak terkontrol dan tak sedikit penerima derma memboroskan uangnya agar dapat segera minta derma lagi. Akhirnya, para dermawan tak lagi berminat membantu kaum miskin.
Raiffeisen tak putus asa. Ia mengambil cara lain untuk menjawab soal kemiskinan ini. Ia mengumpulkan roti dari pabrik-pabrik roti di Jerman untuk dibagi-bagikan kepada para buruh dan petani miskin. Namun usaha ini pun tak menyelesaikan masalah. Hari ini diberi roti, besok sudah habis, begitu seterusnya.
Berdasar pengalaman itu, Raiffeisen berkesimpulan: “kesulitan si miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si peminjam.”
Untuk mewujudkan impian tersebutlah Raiffeisen bersama kaum buruh dan petani miskin akhirnya membentuk koperasi simpan pinjam bernama Credit Union (CU) artinya, kumpulan orang-orang yang saling percaya.
Credit Union yang dibangun oleh Raiffeisen, petani miskin dan kaum buruh berkembang pesat di Jerman, bahkan kini telah menyebar ke seluruh dunia.
Referensi :
http://mesinpercetakan.com/koperasi-model-credit-union-indonesia/