Nama: yernie dwi yanuarty
Kelas : 4eb21
Npm :28210995
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Tindak
pidana korupsi merupakan tindak pidana yang dipandang sebagai sumber hancurnya
pembangunan perekonomian di Indonesia. Tindak pidana korupsi ini
bahkan dipandang sebagai budaya di negeri tercinta Indonesia. Berbagai usaha
pemerintah untuk memberantas korupsi telah dilakukan dan sedang terus
diupayakan. Namun, sampai detik ini pun masih banyak kasus korupsi yang terjadi
di Negara ini. Banyaknya kasus korupsi ini pun tidak hanya berdampak pada
hancurnya perekonomian nasional Indonesia, bahkan dunia internasional pun
pernah memasukkan Indonesia sebagai sepuluh besar Negara terkorup di Asia.
Salah
satu kasus yang sedang marak didengar dari media dan cukup popular dikalangan
masyarakat sekarang ialah kasus tindak pidana korupsi dana talangan bank
century. Dalam kasus ini, banyak oknum pemerintah yang memegang jabatan
penting dianggap sebagai dalang dari kasus ini. Kasus ini cukup menarik untuk
dibahas dan sangat penting untuk dikaji. Karena sampai sekarang, belum ada
kejelasan tentang akhir dari kasus ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Kasus
Bank Century bukanlah sekedar kasus perbankan ataupun pengingkaran terhadap
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Tetapi kasus ini telah
memasuki ranah politik, dengan terbangunnya perdebatan antar elite politik
mengenai layak tidaknya Bank tersebut mendapatkan bantuan. Persoalan ini juga
kembali mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan kita beserta
dengan para pelakunya.
Bantuan
bailout dan sejumlah dana yang dikeluarkan oleh LPS kembali diperdebatkan. Dua
pertanyaan besar yang kemudian muncul yaitu 1) apakah Bank Century masih layak
untuk tetap sustain?, 2) jika kasus obligasi “bodong” tidak mencuat kepermukaan
apakah BI akan mengumumkan bahwa bank tersebut tidak sehat?
Kekhawatiran
nasabah Bank Century ternyata beralasan dan hampir terbukti. Pasalnya
berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Juli 2008 Bank Century
sudah mengalami kesulitan likuiditas dan sejumlah nasabah besar pun menarik
dana pihak ketiga (DPK) miliknya. Hal ini berlanjut dengan seringnya bank ini
melanggar ketentuan giro wajib minimum (GWM) yang harus dipenuhinya.
Kondisi
ini diperparah dengan keresahan dan ketidakpercayaan nasabahnya yang kemudian
dengan tidak mudah menarik dana untuk menghindari kemungkinan buruk yaitu
kehilangan uangnya.
Data
LPS juga menyebutkan bahwa pada November-Desember 2008 terjadi penarikan DPK
oleh nasabah sebesar Rp 5,67 Triliun. Padahal hasil audit akuntan publik
Aryanto Yusuf dan Mawar atas laporan keuangan bank century, DPK yang ada saat
itu sebesar Rp 9,635 Triliun artinya Bank Century kehilangan lebih dari
setengah DPK hanya dalam jangka waktu kurang lebih 1 bulan.
Sejak
terbitnya Paket Oktober tahun 1988 atau dikenal dengan sebutan PAKTO’88 yang
meliberalisasi industri perbankan Indonesia pengawasan terhadap perbankan
semakin sulit dilakukan. Banyak pengusaha yang sama sekali tidak memiliki latar
belakang perbankan, mendirikan bank dengan tujuan memperoleh dana masyarakat
yang dipercayakan untuk membiayai anak perusahaannya. Karena, hanya dengan
setoran Rp 10 Miliar, seseorang dapat mendirikan bank. Ketika itu industri
perbankan mudah untuk dimasuki sehingga sekitar 160 bank lahir pada saat itu,
tetapi seolah tak terpikirkan betapa sulitnya untuk dapat keluar dari industri
ini. Hal ini juga yang kemudian naik ke permukaan ketika krisis moneter 1998
dan kemudian menimbulkan kasus BLBI yang hingga saat ini kasusnya masih belum
selesai.
Hal
itu seharusnya menjadi pelajaran yang sangat mahal yaitu Rp 144 Triliun
(merupakan dana BLBI yang sampai saat ini menjadi kontroversi) bahwa betapa
pentingnya pengawasan terhadap bank, sehingga kasus seperti Bank Century ini
dapat dihindari.
Pertanyaan
mengenai kelayakan Bank Century untuk tetap sustain, akan menjadi pertanyaan
yang sulit dijawab oleh pemerintah. Walau bagaimana pun, permintaan pemerintah
kepada LPS untuk melakukan bailout atas Bank Century mengindikasikan bahwa
pemerintah beranggapan Bank Century layak untuk tetap sustain, namun melihat
efek jangka panjangnya, hal ini memberikan contoh yang tidak baik terhadap
dunia perbankan kedepan. Atau mungkin pemerintah sudah menganggap ini sebagai
masalah sistemik yang akan memberi efek domino kepada bank-bank lainnya.
Kasus
Bank Century memperlihatkan betapa lemahnya pengawasan pemerintah terhadap
perbankan sehingga terjadi sebuah bank menjual reksadana tanpa mempunyai izin
sebagai agen Penjual Reksadana (APERD) dan menjual obligasi tanpa nilai.
Dimanakah tanggung jawab Bapepam sebagai badan pengawas pasar modal dan lembaga
keuangan dalam hal ini serta BI sebagai pengatur dan pengawas bank?.
Sebelumnya
kasus pengelapan juga terjadi di Bank Global, saat itu terjadi penggelapan oleh
oknum pegawai bank tersebut terhadap dana nasabah yang seharusnya dikonversi
dari deposito ke investasi reksadana. Jika dikaitkan dengan penerapan tata
kelola pemerintahan maupun perusahaan yang baik, maka kedua kasus tersebut
merupakan “pelecehan” terhadap lembaga pengawas keuangan seperti Bapepam dan
Bank Indonesia tetapi yang terjadi, seolah-olah saling melempar bola panas
antar institusi pengawas keuangan kita. Bagi organisasi perbankan kita, hal ini
juga merupakan suatu tamparan bahwa meskipun secara umum bank-bank di Indonesia
sudah memperbaiki dirinya seperti penerapan good corporate governance maupun
risk manajemen, namun masih ada pelanggaran beberapa hal yang menyangkut etika
profesi.
Secara
umum kedua kasus tersebut memang harus dilihat dari dua sudut baik peraturan
perbankan maupun tindakan kriminal. Peraturan perbankan yang dimaksudkan tidak
hanya dilihat dalam bentuk aturannya saja tetapi juga implementasiannya. Hal
itulah yang perlu dijawab oleh bapepam dan BI dalam fenomena kedua kasus
tersebut. Namun jika yang terjadi adalah indikasi yang kedua, yaitu adanya
tindakan kriminal maka seketat apapun peraturan diterapkan tidak ada satu orang
pun yang dapat menjamin pembobolan, penipuan, dan sebagainya dalam perbankan
dapat dihapuskan.
Untuk
memperkecil peluang kejadian serupa dapat terulang kembali, perlu adanya
antisipasi khusus dari Bapepam dan BI terutama mengenai kepemilikan saham suatu
bank, serta kaitan antara bank dengan suatu grup usaha, karena dikhawatirkan
dana yang dikumpulkan dari masyarakat hanya disalurkan kepada perusahaan dalam
grupnya bahkan tanpa memperhatikan aspek dari kelayakan usahanya dan juga
berpotensi terjadi mark up padahal pengelola keuangan harus terbebas dari
berbagai konflik kepentingan. Selain itu, lemahnya sistem hukum yang ada akan
membuat para “bankir nakal” untuk berhitung untung-rugi melakukan pembobolan
atau penipuan perbankan. Hal inilah yang harus diminimalisir dengan penegakkan
hukum kepada siapa saja tanpa pandang bulu.
Kasus-kasus
tersebut menjadi salah satu penghambat dalam pemulihan ekonomi yang terjadi di
Indonesia saat ini. Hal fundamental yang sering terlupakan dalam upaya
penguatan kembali ekonomi kita yaitu : kejujuran dan transparansi yang diikat
oleh elemen kepercayaan (trust). Akibatnya, jangankan mampu untuk mengatasi
masalah dan menguatkan kembali perekonomian terutama pasar keuangan, melihat
apa yang tengah berlangsung pun, Pemerintah sepertinya belum memiliki informasi
akurat. Sehingga wajar jika masyarakat sebagai pelaku ekonomi meragukan
kemampuan pemerintah untuk mengatasi masalah saat ini dan cenderung berfikiran
logis untuk mengamankan dana yang mereka miliki. Situasi ini yang kemudian
disebut pemerintah sebagai kepanikan. sehingga pemerintah harus bercermin lebih
dalam dan mengajarkan serta memberikan contoh mengenai kejujuran dan transparansi, sehingga dapat terus
memelihara kepercayaan kita semua.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
yang saya ambil tentang kasus Bank Century adalah Kasus Bank Century sangat
tragis karena banyak sekali menyeret berbagai institusi hukum seperti KPK,
POLRI, dan DPR. Kasusnya pun berlangsung lama dari tahun 2003 sampai tahun
2009, dari pembahasan baik di media massa maupun di di berita TV dijelaskan
dari timbulnya masalah sampai masalah tersebut semakin terpuruk dan Bank
tersebut vailid yang sangat tragisnya adalah uang nasabah pun ikut lenyap
seiring dengan masalah yang tidak terselesaikan dalam jumlah yang tidak
sedikit, banyak nasabah kecewa dan marah serta kebanyakan nasabah mengadakan
demo untuk meminta pertanggung jawaban pihak Bank atas uang mereka yang belum
diambil. Dan pemerintah pun harus menyelamatkan Bank tersebut, ada beberapa
nama pun mulai terkuak dalam kasus Bank Century ini diantaranya Bibit dan
Chandra serta Kabareskrim Komjen Susno Duadji. Atas kasus Bank Century ini
mengenai hak angket DPR dengan membentuk Tim Sembilan yang diharapkan dapat
memimpin panitia angket century itu sendiri. Untuk mengatasi dilema yang di
hadapi Bank Century, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun membentuk Kabinet
baru untuk menuntaskan kasus Bank Century, karena suntikan ke Century
membengkak gara-gara nasabah ramai-ramai menarik dananya. untuk itu kita harus
setuju untuk dilakukannya audit investigatif terhadap Century karena nuansa
kospirasi terasa kental di pemerintah, Bank Indonesia, LPS, dan Instansi yang
terkait lainnya.
Saran
:
a.
Dalam menghadapi
kasus bank Century perlunnya kerjasama dengan baik antara pemerrintah, DPR-RI
dan Bank Indonesia.
b.
Pemerintah harus
bertanggung jawab kepadanasabah Bank Century agar bisa uangnyya dicairkan.
c.
Harusnnya ada
trasparansi public dalam menyelesaikan kasus Bank century sehingga tidak
terjadi korupsi.
d.
Audit infestasi BPK harus dilakukan dengan
tuntas dan dibantu oleh Polri, kejaksaan, Pemerintah Bank Indonesia.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar