Hubungan Koprasi dengan Perekonomian Indonesia
Di era globalisasi dan perdagangan bebas yang disponsori oleh kekuatan kapitalis membawa konsekuensi logis antara lain semakin ketatnya persai-ngan usaha diantara pelaku-pelaku ekonomi berskala internasional. Dalam negara perdagangan bebas tersebut, perusahaan-perusahaan multi nasional yang dikelola dengan mengedepankan prinsip ekonomi yang rasional, misalnya melalui penerapan prinsip efektifitas, efisiensi dan produktifitas akan berhadapan dengan, antara lain, koperasi yang dalam banyak hal tidak sebanding kekuatannya. Koperasi di Indonesia berfungsi sebagai badan usaha yang punya azas kekeluargaan dan menguta-makan kesejahteraan anggota, tidak hanya melulu mencari keuntungan saja, pada umumnya bidang usahanya banyak meng-gunakan kandungan lokal, sehingga dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam negeri dan dapat dijadikan penghasil produk unggulan.
Ekonomi rakyat beberapa waktu terakhir menjadi istilah baru yang banyak didiskusikan dalam berbagai forum dan oleh banyak pihak. Bukan tanpa alasan ekonomi rakyat seolah-olah menjadi trendsetter baru dalam wacana pembangunan. "Ambruknya" ekonomi Indonesia yang selama lebih dari tiga dasawarsa selalu dibanggakan oleh pemerintah, memaksa berbagai pihak meneliti kembali struktur perekonomian Indonesia.
Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karak-teristik masyarakat atau anggotanya. Jika dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka dapat dihipotesakan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan seka-ligus juga berperan dan bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan emosional primer ke arah masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang juga dikenal dengan komu-nitas ‘bazar-ekonomi’. Artinya koperasi tidak diharapkan dapat sangat berkem-bang pada masyarakat yang masih sangat tradisional, subsisten, dan relatif ‘tertutup’ dari dinamika sistem pasar; atau juga pada komunitas yang telah menjadi sangat individualis, dan ber-orientasi kapital. Dengan perkataan lain, koperasi tidak diharapkan dapat berkembang optimal disemua bentuk komunitas. Sebagai bagian dari identifi-kasi berbagai faktor fundamental tersebut maka perlu disadari bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut memang dapat bersifat ‘trade-off’ dengan pertimbangan kinerja jangka pendek suatu organisasi usaha konvensional. Proses yang dilakukan dalam pengembangan koperasi memang mem-butuhkan waktu yang lebih lama dengan berbagai faktor “non-bisnis” yang kuat pengaruhnya. Dengan demikian pemenuhan berbagai faktor fundamental tersebut dapat menyebabkan indikator kinerja lain, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.Dan inilah asal mula koprasi :
Asal mula koperasi
Awal mula koperasi didirikan oleh Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia, namun koperasi bisa dibilang dikembangkan oleh William King (1786–1865) – dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris.Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi. Sementara di Indonesia koperasi bermula oleh seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negri (priyayi) pada tahun 1869 yang bertujuan untuk menolong dan membantu para pegawai miskin agar terlepas dari lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga tinggi, sementara itu pergerakan koperasi di Indonesia bisa dibilang dimulai pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya.[rujukan?] Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Referensi:
Bayu Krisnamurthi, Djabarudin Djohan, ”Membangun koperasi pertanian Berbasis Anggota”, Jakarta, 2002.
Bayu Krisnamurthi, Pusat Studi Pembangunan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor 2002
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.htm
R.J. Kaptin Adisumarta, dalam buku Mubyarto & Daniel W. Bromley, “A Development Alternative for Indonesia”, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002.
Setyo Budiantoro, dalam buku Dhakidae, Daniel, “Cendekiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.
Warta warga gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar